SEJARAH SINGKAT PERGURUAN SILAT TADJIMALELA
Perguruan silat Tadjimalela didirikan pada tanggal
14 Agustus 1974 oleh R. Djadjat Koesoemahdinata atau lebih terkenal
dengan nama Djadjat Paramour.Nama Tadjimalela diambil dari salah nama
seorang Raja/Prabu dari kerajaan Sumedang Larang, Jawa Barat.
Digunakanya nama Tadjimalela adalah karena menurut silsilah, R. Djadjat
Koesoemahdinata masih mempunyai hubungan kerabat dengan keluarga prabu
tersebut. Selain itu nama Tadjimalela didapat melalui proses tafakur dan
munajat kehadirat Allah SWT.
Berawal dari
ketidak puasan Djadjat dalam mempelajari ilmu silat, yang pada waktu itu
hanya diberikan seni ibingnya dari seorang guru pencak, sementara ia
menghendaki jurus-jurus praktis yang dapat digunakan jika terjadi
perkelahian, maka ia pun terdorong untuk mensari lebih dari apa yang
diterimanya. Hal lain yang mendorong untuk mencari dan mempelajari ilmu
silat adalah rasa keperihatinannya melihat perkembanan beladiri asing
yang demikian maraknya pada waktu itu. Padahal pencak silat yang
merupakan warisan para leluhur bangsa indonesia seolah tersisish dan
tidak mendapat perhatian, baik dari masyarakat sendiri maupun dari
pemerintah. Kedua hal itu melahirkan suatu cita-cita yang kuat untuk
menjadi seorang guru silat yang terkenal, dan menempakan pencak silat
sejajar atau lebih dari beladiri asing yang berkembang khususnya di Jawa
Barat.
Cita-cita dan keinginan yang demikian
kuat dan ditindaklanjuti beliu dengan sering berpuasa dan mendatangi
tempat-tempat yang keramat dan yang konon angker. Pada waktu hari
menjelang maghrib, sampailah Djadjat di suatu tempat di hutan tutupan
sancang, Garut Selatan. Saat akan melalui pintu masuk hutan tutupan
tersebut ia bertemu, seorang nenek yang melarangnya melanjutkan
perjalanan. Namun, karena kuat niat yang dimiliki Djadjat, ia tetap
masuk ketempat tersebut sehingga ia diijinkan masuk. Namun sebelumnya,
si nenek itu mengusap wajah Djadjat.Keanehan terjadi saat Djadjat
memasuki tempat tersebut. Suasana hari yang mulai gelap, lama-kelamaan
menjadi terang benerang. Ia juga melihat ular berkepala manusia,
harimau, dan binatang buas lainnya yang seolah tidak perduli akan
kedatangan Djadjat. Mereka bahkan menunjukan sikap bersahabat dan jauh
dari kesan menakutkan.
Perjalan berakhir
disebuah gubuk reyot, yang dihuni seorang kakek berpakaian seba hitam.
Di dekat gubuk itu ada sebuah bukit dan danau, yang dipinggirnya tumbuh
sebatang pohon yang sedang berbuah lebat. Sesampainya di gubuk itu,
kakek itu menyambutnya dan menyapannya dengan bahasa Sunda, "Naon anu ku
maneh diteangan geus aya di imah, ayeunamah geura balik. Lamun hayang
panggih jeung aki, baca wae ieu!" (Apa yang kamu cari selama ini sudah
ada di rumah sekarang pulangah. Kalau ingin bertemu kakek, baca saja
ini), sambil mengeluarkan sebuah pedang yang berwarna emas dengan
tulusan Arab yang berbunyi "Laa ilaaha illallahu Muhammadur Rasulullah."
Kemudia si kakek menyuruh Djadjat memejamkan matanya. Djadjat pun
mematuhinya, dan ketika ia membuka matanya kembali, ia sudah berada di
jalan raya Garut-Bandung.
Waktu itu DjaDjat
meninggalkan rumah selama empat hari. Sesampai di rumah, Djadjat berada
dalam keadaan Shock, tidak mampu berbicara. Empat hari kemudian barulah
ia dapat menceritakan semua kejadian itu kepada kakanya, R. Iyan
Koesoemahdinata, yang kini menjadi ketua umum Perguruan Silat
Tadjimalela pusat.
Pulang dari pengembaraan,
beliau sering terlihat berlatih didepan cermin. Ia pun mulai mengajarkan
beberapa jurus kepada teman-teman dan tetangga dekatnya di kawasan Jl.
Dulatip, Bandung. Setelah merasa matang dalam jurus-jurusnya, barulah
terpikir olehnya untuk mendirikan sebuah perguruan silat. Ia melakukan
shalat malam dan berpuasa, memohon kepada Allah SWT agar diberikan nama
untuk perguruan silat dengan jurus-jurus yang ia ciptakan sendiri.
Akhirnya ia mendapat petunjuk agar memberi nama "TADJIMALELA" kepada
perguruan silatnya. Setelah mendapat dukungan dari keempat kakaknya,
maka pada tangal 14 Agustus 1974 diresmikanlah perguruan silat
Tadjimalela.Untuk menghindari terjadinya pengkultusan nama Tadjimalela,
maka R. Iyan koesoemahdinata menjabarkannya sebagai berikut :
TA Taklukan nafsu jahat dalam diri
DJI Djiwa murni pangkal keluhuran budi
MA Mantapka rasa penyerahan diri terhadap Tuhan
LE Lekatkan keberanian ditaraf kebenaran
LA Lapangka rasa kerendahan hati dimata kesombongan
Penjabaran tersebut dinamakan PANCA DARMA, yang merupakan falsafah bagi segenap anggota Perguruan Silat Tadjimalela.
BURUNG
GAGAK yang dijadiakan lambang perguruan ini adalah burung peliharaan
kakek guru beliau. Konon, burung gagak itu di beri nama Tadjimalela.
Dengan bantuan pamannya yang bernama Cucu, terciptalah lambang berupa
burung gagak berwarna hitam sedang siaga melakukan gerakan beladiri.
Ada
tujuh orang yang dianggap sebagai murid pertama, yang dijuluki PASUS
(Pasukan Khusus). Mereka adalah Nang Martha, Bucu Budiman, Ahya, Dedi
A.R., Barli, Ook, dan Risman.Berpulanganya R. Djadat Koesoemahdinata
membuat opara angggota Perguruan Silat Tadjimalela sangat terpukul.
Masih
banyak masalah organisasi yang belum diselesaikan oleh almarhum.Kalau
R. Djdjat Koesoemahdinata lebih bayak mengajarkan ilmu gerak, maka
penggatinya R. Iyan Koesoemahdinata lebih menitik beratkan pembinaan
mental spiritual, sehingga lengkaplah Perguruan Silat Tadjimalela ini
menjadi perguruan silat yang tidak hanya mengajarkan ilmu gerak saja
(belaraga, olah raga, seni budaya), melainkan juga ilmu batiniah.
Ajaran
mental spiritual yang diwariskan R. Djadjat Koesoemahdinata kepada
muridnya-muridnya (tidak semua muridnya mendapatkan pelajaran ini
terkulmpul dalam Ajaran Tujuh Dimensi Kehidupan).Sejak didirikannya
perguruan ini pada tanggal 14 agustus 1974 di Bandung, selain
ditetapkannnya tujuh orang PASUS sebagai angkatan pertama dan merupakan
calon penerusnya, R. Djadjat Koesoemahdinata juga memiliki murid lain
yang hampir bersamaan dengan angkatan pertama. Mereka adalah : Simon
Kosasih, Tatang Dulatip, dan beberapa orang lagi.
Sejak
berdirinya sampain tahun 1978 teknik dan jurus-jurusnya 100% ditunjukan
untuk bela raga (istilah intern untuk beladiri). Pada tahun 1975
Perguruan Silat Tadjimalela secara resmi menjadi aggota Ikatan Pencak
Silat Indonesia (IPSI). Tahun 1976 munculah seorang juara untuk tingakat
Kotamadya Bandung, yaitu Dedi A.R., dan dua tahun kemudian muncul juara
baru golongan remaja (junior) yaitu Dani Wisnu yang terus berprestasi
sampai tingkat internasional. Sejak saat itulah Tadjimalela banyak
dikenal masyarakat, khususnya di Bandung. Banyak unit-unit latihan
dubuka.
Setelah bernaung di bawah IPSI R.
Djadjat Koesoemahdinata mulai mengarahkan jurus-jurusnya ke teknik yang
dapat digunakan dan disahkan menurut ketentuan-ketentuan yang berlaku
dalam olahraga. Bnayak murid-muridnya adalah mahasiswa dan mereka
memiliki latar belakang pendidikan olahraga. Mereka kemudian menyusun
suatu sistem dan metodologi latihan pencak sialt yang sesuai dengan
kaidah ilmu olahraga.
Gabungan ilmu silat yang
diberikan oleh R. Djadjat sebagai Guru besar dengan ilmu hasil rekayasa
murid-muridnya telah menghasilkan prestasi yang sangat mengejutkan.
Perguruan Silat Tadjimalela yang ketika itu tehitung senagai perguruan
silat yang masih baru, dalam suatu pertandingan di Kotamadya Bandung
berhsil keluar sebagai juara umum dengan perolehan medali yang
spektakuler, yaitu 10 medali emas dari 15 medali emas yang diperebutkan.
Ini terjadi pada tahun 1980 dan dapat bertahan sampai tahun 1999.
Selain menyusun sistem latihan berdasarkan ilmu olahraga, perguruan ini
juga nerintis penyusunan kurikulum dan pengadaan ujian kenaikan tingkat,
yang dilaksanakan setia